21 Desember 2024

KANTOR KEMENTERIAN AGAMA

KABUPATEN KEDIRI

KH Badrissalam Ulama Tawadhu’ dan Penggerak Sholawat Badrissiyah

6 min read

Jejak Ulama yang Merendah Namun Mulia

KH Badrissalam, pendiri Jama’ah Sholawat Badrissiyah, adalah sosok ulama yang penuh kesederhanaan dan keteladanan. Lahir pada tahun 1928 di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, beliau berasal dari keluarga yang taat beragama. Ayahnya, H. Abdul Hamid, adalah seorang yang sangat dikenal keshalihannya, sementara ibunya, Tuminah, juga dikenal sebagai perempuan shalihah ahli thoriqoh yang selalu mengutamakan ketakwaan dalam setiap langkah hidupnya. Lingkungan spiritual yang melingkupi masa kecil KH Badrissalam menjadi pondasi kuat dalam perjalanan hidup dan dakwahnya.

Beliau tidak hanya dikenal sebagai sosok ulama, tetapi juga seorang yang memiliki karomah dan mampu memberikan solusi bagi banyak orang. Kesederhanaan hidup yang beliau jalani, termasuk pekerjaan sehari-hari sebagai petani, tidak menghalangi kontribusinya dalam membangun masyarakat yang lebih religius dan harmonis melalui sholawat. Dengan penuh dedikasi, KH Badrissalam berhasil mendirikan Jama’ah Sholawat Badrissiyah, sebuah komunitas spiritual yang hingga kini masih hidup di tengah masyarakat.

Perjalanan Awal Kehidupan: Meniti Jalan Spiritual Sejak Muda

KH Badrissalam memulai pendidikan agamanya di bawah bimbingan beberapa ulama besar di Jawa Timur. Beliau belajar kepada KH Romli di Darul Ulum Peterongan Kabupaten Jombang dan KH Hasyim Sirojudin di Jombangan Kecamatan Pare Kabupaten Kediri. Dalam masa pengajiannya, KH Badrissalam dikenal sebagai santri yang sangat tekun dan disiplin dalam menjalankan amalan-amalan spiritual. Ia kerap berpuasa dan melaksanakan berbagai bentuk ibadah sunnah secara konsisten, mencerminkan ketekunan dan kecintaannya terhadap ilmu agama.

Sejak muda, KH Badrissalam menunjukkan karakter yang kuat dalam menjalani ajaran-ajaran Islam. Bahkan setelah menyelesaikan pendidikannya, beliau memilih untuk hidup sederhana di desa kelahirannya, Desa Tunge Kecamatan Wates Kabupaten Kediri, sambil terus berkhidmat dalam menyebarkan ajaran Islam melalui berbagai kegiatan dakwah.

Kehidupan Keluarga: Ketabahan dan Kasih Sayang dalam Menjalani Hidup

Pada usia 43 tahun, KH Badrissalam menikah dengan Hj. Nafi’ah, seorang perempuan shalihah dari desa yang sama. Pernikahan mereka tidak langsung dikaruniai anak, namun setelah sembilan tahun menanti, Allah SWT memberikan anugerah berupa keturunan. KH Badrissalam dan Hj. Nafi’ah dikaruniai lima anak, masing-masing menjalani kehidupan dengan teladan yang telah diwariskan oleh ayah mereka.

Anak sulung mereka, Nur Aini, lahir pada tahun 1982 dan kini menetap di Blitar, menjalani kehidupan yang tenang sebagai seorang ibu rumah tangga yang penuh kasih sayang. Putra kedua mereka, Mahfudz Tanwiri, yang lahir pada tahun 1985, meninggal dunia di usia muda. Mahfudz dimakamkan di samping makam KH Badrissalam, sebagai bukti kasih sayang dan penghormatan yang abadi dari keluarganya. Meski diliputi duka, kehidupan terus berjalan, dan putra ketiga mereka, Arifudin, lahir pada tahun 1987. Arifudin kini tinggal di Wates, meneruskan nilai-nilai luhur yang ditanamkan oleh ayahnya dan menjadi sosok yang dalam menjaga kebaikan di lingkungan sekitar.

Putra keempat, Ahmad Thoyibin Naja, atau lebih dikenal sebagai Gus Ibi, memiliki peran penting dalam melanjutkan misi spiritual ayahnya. Lahir pada tahun 1989, Gus Ibi kini tinggal di rumah peninggalan KH Badrissalam di Desa Tunge, aktif menyebarkan ajaran Islam melalui lantunan sholawat Badrissiyah. Putri bungsu mereka, Shofi Aslamah, lahir pada tahun 1993 dan kini tinggal di Wates, Kediri.

Berdirinya Jama’ah Sholawat Badrissiyah: Membentuk Komunitas Spiritual yang Berkelanjutan

Sejarah berdirinya Jama’ah Sholawat Badrissiyah berawal pada tahun 1970, ketika KH Badrissalam mulai rutin mengamalkan sholawat di rumahnya. Amalan sholawat yang beliau jalankan setiap hari tidak hanya membawa kedamaian di hati, tetapi juga menarik perhatian masyarakat sekitar yang kemudian bergabung untuk mengikuti lantunan sholawat tersebut. Semakin lama, jama’ah yang bergabung semakin bertambah, hingga kegiatan sholawat ini meluas ke berbagai desa sekitar, seperti Gadungan, Kayunan, dan Manggis.

Jama’ah Sholawat Badrissiyah tidak hanya sekadar menjadi komunitas untuk bersholawat, tetapi juga menjadi pusat spiritual bagi banyak orang. Kegiatan rutin ini memberikan kedamaian dan ketenangan batin, serta menjadi sarana bagi jama’ah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. KH Badrissalam, dengan kesederhanaannya, berhasil membangun jama’ah ini hingga saat ini terus berkembang dan diikuti oleh banyak masyarakat, baik dari kalangan tua maupun muda.

Saat ini, di Desa Tunge sendiri terdapat 15 jama’ah rutin yang melaksanakan kegiatan sholawat Badrissiyah, terdiri dari tujuh jama’ah laki-laki dan delapan jama’ah perempuan, yang melaksanakan kegiatan setiap Malam Kamis. Selain itu, kegiatan rutin juga dilakukan setiap malam Sabtu Kliwon di area makam KH Badrissalam, di mana jama’ah berkumpul untuk bersama-sama melantunkan sholawat, memohon keberkahan, dan mendoakan sang kiai yang telah memberikan begitu banyak manfaat spiritual kepada masyarakat.

Amalan dan Istiqomah: Jalan KH Badrissalam Menuju Kesempurnaan Ibadah

KH Badrissalam dikenal sebagai ulama yang memiliki disiplin spiritual yang tinggi. Salah satu amalan yang selalu beliau jalankan adalah berpuasa. Selain itu, beliau juga gemar melakukan “melek’an” atau tidak tidur di malam hari, untuk memperbanyak amalan seperti membaca Al-Qur’an, dzikir, dan istighfar dan sholat malam. Tidur hanya sesaat saja, beliau memanfaatkan malam untuk bermunajat kepada Allah SWT, memperdalam spiritualitasnya.

KH Badrissalam juga memiliki kebiasaan mengamalkan sesuatu secara istiqomah, tidak tanggung-tanggung beliau menjalankan suatu amalan minimal tujuh bulan berturut-turut. Contohnya, dalam beberapa periode, beliau mengamalkan dzikir selama tiga tahun berturut-turut. Mengkhatamkan Al-Qur’an setiap hari selama delapan bulan berturut-turut, mengamalkan istighfar selama tiga tahun tanpa henti, dan berdzikir setiap malam selama delapan bulan. Dan masih banyak lagi amalan lainnya. Pengamalan yang dilakukan secara konsisten ini mencerminkan betapa tekunnya KH Badrissalam dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Salah satu nasihat beliau yang paling dikenal adalah untuk memperbanyak membaca sholawat saat menghadapi masalah. KH Badrissalam percaya bahwa dengan memperbanyak sholawat, segala persoalan akan terselesaikan, dan hati akan menjadi lebih damai. Prinsip ini terus dipegang oleh jamaah Sholawat Badrissiyah hingga sekarang.

Kesetiaan dan ketekunan dalam beribadah ini menjadi salah satu kunci mengapa jama’ah sholawat yang beliau dirikan bisa berkembang dengan pesat. KH Badrissalam mengajarkan bahwa dengan istiqomah, setiap masalah dan cobaan yang dihadapi dalam hidup dapat terselesaikan dengan baik. Beliau selalu menyarankan jama’ahnya untuk memperbanyak membaca sholawat, terutama ketika menghadapi kesulitan atau cobaan hidup.

Karomah dan Kebijaksanaan: Ulama yang Menghadirkan Solusi Tanpa Diminta

Sebagai ulama yang dikenal tawadhu dan memiliki ma’rifat, KH Badrissalam kerap kali memberikan solusi permasalahan yang dihadapi jama’ahnya, bahkan sebelum jama’ah tersebut sempat mengutarakan masalahnya. Karomah beliau, atau kelebihan spiritual, menjadikan KH Badrissalam sebagai sosok yang dihormati dan dijadikan tempat berkonsultasi oleh banyak orang.

Beliau seringkali bisa melihat persoalan yang belum terjadi, suatu kemampuan yang dikenal dengan istilah “weruh sak jeruning winarah”. Tidak hanya itu, KH Badrissalam juga kerap meminta jama’ahnya yang memiliki amalan atau kebiasaan yang dianggap bisa membawa mudharat untuk segera meninggalkannya. Kebijaksanaannya dalam memberikan nasihat dan arah spiritual membuat beliau dihormati tidak hanya oleh masyarakat setempat, tetapi juga oleh jama’ah yang datang dari desa-desa sekitar.

Mengatasi Santet dan Tenung: Kekuatan Doa di Tengah Masyarakat

Pada zaman KH Badrissalam, fenomena santet dan tenung masih sering terjadi di kalangan masyarakat. Namun, KH Badrissalam dengan kesabaran dan kealimannya, sering kali menjadi solusi bagi orang-orang yang terlibat dalam permasalahan seperti itu. Beliau tidak hanya mendoakan orang-orang yang terkena santet, tetapi juga memberikan nasihat spiritual agar masyarakat terhindar dari hal-hal yang berbau syirik.

Kelebihan beliau dalam mengatasi santet dan tenung ini membuat KH Badrissalam semakin dihormati di kalangan masyarakat. Banyak orang yang datang kepada beliau untuk meminta pertolongan, dan tidak sedikit yang merasakan kesembuhan dan ketenangan setelah mendapatkan doa dan nasihat dari beliau.

Akhlak Mulia: Tawadhu’ dan Birrul Walidain sebagai Landasan Hidup

KH Badrissalam dikenal memiliki akhlak yang sangat mulia. Tawadhu’nya begitu tinggi, hingga beliau tidak pernah mau dipanggil dengan gelar “kiai”, meskipun masyarakat telah menganggapnya sebagai ulama besar. Beliau masih berkenan dipanggil “Haji”, merasa bahwa dirinya belum cukup alim untuk menyandang gelar kiai.

Sikap birrul walidain atau bakti kepada orang tua juga sangat terlihat dalam kehidupan KH Badrissalam. Beliau selalu taat kepada kedua orang tuanya, dan meskipun pernah dimarahi oleh ibunya, beliau tidak pernah marah atau membalas. KH Badrissalam selalu menyesali dua kali kejadian, di mana beliau memberikan argumen kepada ibunya, dan peristiwa tersebut bahkan ditulis di pilar rumahnya sebagai pengingat akan pentingnya menghormati orang tua.

Warisan Spiritual: Gus Ibi dan Perjuangan Melanjutkan Sholawat Badrissiyah

KH Badrissalam meninggal dunia pada tanggal 9 Mei 2006, namun warisan spiritualnya terus hidup melalui Jama’ah Sholawat Badrissiyah yang kini dipimpin oleh putranya, Gus Ibi. Melalui sholawat, nilai-nilai kebaikan, kedamaian, dan kecintaan kepada Rasulullah SAW terus disebarkan kepada masyarakat. Gus Ibi, bersama dengan Gus Tata, terus melanjutkan dakwah KH Badrissalam dengan penuh semangat, menjaga agar tradisi sholawat tetap hidup dan berkembang di tengah masyarakat modern.

Jama’ah Sholawat Badrissiyah tidak hanya menjadi sarana dakwah, tetapi juga menjadi wadah untuk mempererat ukhuwah Islamiyah di antara masyarakat.

HUMAS KANKEMENAG KAB.KEDIRI | Newsphere by AF themes.